Jumat, 06 Februari 2009

Bukan Orang Biasa

Waktu
Bagi sebagian orang salah satu waktu terindah dalam hidupnya adalah saat-saat bersama dengan orang terkasih. Dalam waktu tersebut mereka berdua bercengkrama dengan penuh rasa bahagia, tidak lagi memikirkan persoalan lain yang bisa jadi sedang menjadi fokus diskusi mayoritas manusia di muka bumi.

Waktu menjadi semacam garis batas setiap gerak langkah anak manusia dalam menorehkan ayat dengan segala cerita dan problematikanya. Waktu juga menjadi saksi abadi bahwa manusia begini dan begitu tepat pada waktu yang telah ditentukan oleh-Nya.

Sedemikian perkasanya waktu, sehingga tidak seorangpun mampu melawan kekuatan waktu. Sering kita dengarkan seseorang yang diliputi rasa putus asa lalu menyerah dengan mengatakan “Biarlah waktu yang akan menentukan akhir dari cerita ini” atau juga “Waktu akan membuktikan”.

Tak seorangpun bisa melawan waktu. Bahkan pernah suatu ketika dalam sebuah episodenya seorang Superman memutar balik arah berputarnya bola bumi karena menyesali kematian kekasihnya. Namun pada kenyataannya tetap saja takdir lewat sang waktu tidak dapat dilawan, semua harus tunduk melawan waktu.

Satu-satunya yang dapat melawan waktu adalah gambar. Bisa berupa foto ataupun juga lukisan yang menggambarkan kenyataan hidup. Gambar dianggap menghentikan waktu. Coba saja bayangkan, kita yang telah berusia di atas 30 tahun ini bisa dengan mudah menggiring ingatan kita ke masa lampau hanya dengan melihat gambar kita disaat kita berusia belasan tahun misalnya.

Sehingga gambar dianggap sebagai entitas yang paling mampu melawan waktu, menghentikan waktu sehingga apapun obyek yang terekam dalam gambar menjadi abadi. Obyek gambar tersebut menjadi abadi tanpa pernah bisa berubah menjadi tua dimakan waktu. Paling-paling medianya saja yang rusak, tapi selagi obyek dalam gambar dapat terlihat dengan baik itu berarti dia menjadi abadi.

Rizki atau Rejeki
Rizki atau yang biasa kita sebut dengan rejeki, apa sih sebenarnya rejeki itu ? Selama ini kita terkungkung dengan pengertian harafiah yang kita terima di bangku sekolah bahwa yang namanya rejeki adalah karunia yang kita terima dari Tuhan dan selalu berkonotasi positif. Artinya yang namanya rejeki selalu berakibat menyenangkan bagi penerimanya. Padahal jika mau berfikir sedikit saja lebih mendalam, rejeki itu adalah segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Tanpa pandang bulu itu baik atau buruk. Jadi semua yang kita alami di dunia ini merupakan rejeki dari Tuhan.

Logika sederhananya adalah, seringkali hal buruk yang kita terima saat ini memang membuat kita sedih hati. Namun dalam jangka panjang, bisa bulan depan, tahun depan atau 10 tahun lagi kesedihan tersebut akan terbayar lunas dengan kebahagiaan yang kita nikmati sebagai akibat tidak langsung dari kesedihan kita tersebut. Bisa dibilang sebagai sebuah kebahagiaan yang tertunda.

Kita sering menyebutnya dengan hikmah, ya, hikmah. Secara harafiah hikmah adalah nilai tersembunyi yang bisa kita petik dari sebuah kejadian atau pengalaman yang kita jalani. Hikmah selalu berkonotasi positif, artinya dengan hikmah maka segala hal yang seharusnya membuat kita patah semangat menjadi sebaliknya, menjadi penguat dalam jiwa kita.

Ini yang penting, ambil hikmah dari setiap kejadian yang kita alami. Kemampuan mengambil hikmah ini berbeda-beda dalam tiap individu. Bisa segera bisa lambat, bisa banyak bisa sangat sedikit, pun juga bisa jadi tidak memiliki kemampuan untuk mengambil hikmah sama sekali.

Kebaikan vs Keburukan
Kegembiraan selalu membayangi diri tiap manusia setiap mendapati kebaikan dalam langkah hidupnya. Dan sebaliknya, tiap pengalaman buruk selalu disikapi dengan kata-kata serta bahasa tubuh yang menunjukkan ketidaksenangan. Ini bukan hal aneh, manusiawi. Namun dengan sedikit merubah sudut pandang kita akan dapati bahwa tiap detik waktu, tiap tarikan dan hembusan nafas, semuanya adalah yang terbaik bagi manusia itu sendiri.

Sederhananya, kita selalu berkutat dengan dua hal di alam raya ini, baik dan buruk. Kebaikan yang kita dapati kita sambut dengan senyum dan keburukan yang menimpa kita hampir selalu kita kutuk, minimal dalam hati. Padahal kita baik karena segala keburukan sedang disembunyikan Tuhan dari kita. Dan pada gilirannya saat keburukan menimpa maka segala kebaikan sedang digenggam erat oleh Tuhan sehingga tidak mengalir kepada kita. Begitulah yang terjadi secara bergantian dan terus menerus, menjadi sebuah siklus yang alamiah.

Diperlukan energi yang sangat besar untuk dapat menerima kenyataan bahwa hari ini kita diliputi kebaikan, besok kita diberi gelap mata sehingga semua nampak buruk, lusa kita baik lagi dan selanjutnya minggu depan kita sedemikian buruknya. Pasti melelahkan, berkutat dengan kebaikan dan keburukan terus menerus, silih berganti semenjak hadir di dunia hingga menutup mata pada akhirnya.
Oleh karenanya, bangunlah dari mimpi dan harapan kosong untuk bisa selalu menjadi yang terbaik. Sebab segala bentuk kesombongan adalah perwujudan syetan yang bercokol dalam dada kita. Sekali kita beri kesempatan kepadanya untuk menunjukkan taring tajamnya dengan mudah dia akan melakukannya tanpa kita minta, lagi lagi dan lagi. Sewajarnya sajalah, sebab kebaikan dan keburukan selalu menerpa kita silih berganti.

Pesan dari seorang bijak adalah, abaikan tiap kebaikan yang datang kepada kita dan juga jangan sesali setiap keburukan yang menerpa kita. Keduanya akan selalu datang dan pergi sesukanya tanpa bisa kita kendalikan, tidak bisa diundang dan tidak bisa kita usir semau kita. Seratus persen kita milik Tuhan. Hidup nyaman adalah berada diantaranya, mudah ditulis namun berdarah-darah saat harus praktek lapangan.

Iqro’
4 huruf ajaib yang menjadi pembuka diangkatnya Muhammad bin Abdullah menjadi Rasul-Nya. Iqro’, bacalah…bacalah dengan nama Tuhanmu hai Muhammad. Muhammad dengan tubuh menggigil menjawab bahwa dia tidak bisa baca tulis alias buta huruf. Jibril memaksa Muhammad untuk membaca, membaca dan membaca.

Jelas tertulis bahwa Jibril meminta Muhammad untuk membaca bukan hanya tulisan (kitab) tetapi segala ciptaan-Nya adalah kalimat yang harus senantiasa dibaca. Dibaca dengan tuntas, bukan setengah-setengah. Kebisaan membaca segala kreasi Tuhan adalah satu diantara sekian karunia yang tak terbatas.

Baca, pahami, simpulkan lalu muncullah hikmah, segala kebaikan dan keburukan selalu bisa kita baca untuk kemudian kita pahami sampai muncul hikmah yang selalu bermanfaat untuk langkah kita ke depan. Berbahagialah mereka yang selalu mendapatkan penjelasan dari setiap kejadian yang terjadi di depannya. Sungguh, tidak setiap orang diijinkan untuk menjadi demikian oleh Tuhan. Terbatas kepada orang-orang tertentu yang memang dikehendaki oleh Tuhan.

Kemampuan membaca tiap ayat Tuhan yang tersaji tanpa batas di alam raya ini menjadikan beberapa orang mendapat sebutan kekasih Tuhan. Disebut kekasih karena memang orang tersebut diberikan kelebihan dari orang lain berupa kemampuan untuk membaca tanda alam, membaca gerak nafas bumi, langit, gunung, lautan serta benda-benda yang tinggal di dalamnya. Hikmah menjadi pertimbangan utama dalam setiap gerak langkah orang-orang terpilih tersebut. Sehingga terkadang apa yang mereka putuskan menjadi tidak wajar bagi ukuran orang awam. Merekapun seringkali tidak mengerti mengapa memilih ini dan itu, semua adalah langkah Tuhan, keputusan Tuhan, jadi hidup mereka begitu simpel. Tinggal menjalani apa yang menjadi keputusan Tuhan, tanpa pernah merancang apalagi merekayasa. Bukan karena tidak bisa tetapi kepasrahan mereka telah mencapai titik tertinggi, sehingga tiap gerak langkah selalu terjaga.

Jangan iri dengan mereka, sebab mereka memang bukan orang biasa.


Pratama, 21 Januari 2009
22:19 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar