Senin, 16 Februari 2009

Nyaleg

“Halo, jangan pura-pura tidak dengar, saya sudah keluar dana jutaan. Anda harus bertanggung jawab. Kerja gak beres, maunya minta uang melulu” Teriak Mansur penuh amarah dari ponselnya.
“Maaf pak, kami bertanggung jawab kok, akan kami perbaiki semua kesalahan cetaknya, free pak, bapak gak perlu keluar uang lagi” jawab suara di seberang sana agak takut-takut.
“Bukan masalah uangnya, kamu ini gimana, ini sudah Februari, coblosan tinggal 2 bulan lagi” damprat Mansur sengit.
“Kami janji 1 minggu lagi selesai pak” lanjut lawan bicara Mansur
“Awas kalau tidak selesai, saya polisikan kamu” Hardik Mansur
“Wah jangan gitu dong pak, saya janji minggu depan sudah ada di kantor bapak”
“Sudah-sudah, pusing saya, kalau 1 minggu gak selesai lihat aja” Ancam Mansur sambil menutup pembicaraan lewat ponselnya.

Sebulan lalu Mansur memesan 200 baliho, 50 spanduk, 500 pamflet dan 1000 bendera parpol tempatnya bernaung ukuran kecil. Mansur memilih percetakan atas rekomendasi seorang temannya yang telah dilayani terlebih dahulu oleh percetakan tersebut. Mansur sudah melihat sendiri hasilnya bagus dan harganya lebih miring daripada percetakan lainnya.

Masalah besar muncul ketika pesanan tersebut telah rampung. Mansur naik pitam karena hasil akhir tidak sesuai dengan pesanan. Dan, yang paling fatal, misi keislaman yang akan diusung Mansur untuk kampanye pileg mendatang berantakan.

Ada satu kalimat bernada ajakan yang berbunyi “Tinggalkan maksiat, songsong syariat”. Ini adalah ide Mansur untuk bisa menarik pemilih di kantong-kantong fundamentalis. Nah, yang membikin Mansur naik pitam setelah pesanan jadi, kalimatnya terbalik menjadi “Tinggalkan syariat, songsong maksiat”.

Mata Mansur menerawang jauh. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika baliho, spanduk serta bendera parpol pesanannya tidak selesai dalam waktu seminggu ini. Bisa kacau semua rencana yang telah dia susun rapi untuk keperluan kampanye.

Padahal sesuai dengan kesepakatan raker partai, paling lambat akhir Januari semua baliho, spanduk dan atribut lain harus sudah terpasang di beberapa titik yang sudah disepakati. Ini menjadi persoalan tersendiri bagi Mansur, sebab saat ini bisa dibilang dia adalah leader dalam partainya. Apalagi partai telah menetapkan Mansur sebagai caleg no urut 1.

Mansur sengaja menonjolkan unsur penegakan syariat islam dalam materi kampanyenya kali ini. Sebab dia ditempatkan pada dapil yang mayoritas penduduknya adalah daerah kantong kaum fundamentalis. Sehingga mau tidak mau Mansur harus mengedepankan misi tersebut.

Melalui beberapa orang yang dia tunjuk sebagai tim sukses, Mansur memoles setiap materi kampanyenya sehingga bernafaskan syariat islam. Pakaian yang dia kenakan untuk gambar foto diri yang dipajang di baliho dan spanduk adalah stelan sarung samarinda motif gelap dengan gamis putih lengkap dengan jubah di bahu serta sorban sebagai tutup kepalanya. Tangan kanannya memegang kitab suci dan di tangan kirinya tergantung sebuah tasbih mini berbahan kayu.

Latar belakangnya adalah gambar sebuah masjid megah di kotanya. Lalu di sampingnya terpampang tulisan besar berbunyi “tinggalkan maksiat, songsong syariat”. Kalimat itu dia dapatkan setelah berkonsultasi dengan beberapa ahli bahasa dan tim suksesnya. Tapi apa daya, ternyata pihak percetakan salah dalam melakukan proses finishing, sehingga materi tulisan tersebut terbalik.

Selain atribut partai yang bernafaskan keislaman, Mansur juga rajin mengunjungi jamah-jamah pengajian di dapilnya. Sehingga praktis acaranya semakin padat belakangan ini. Mansur juga mengagendakan untuk mengadakan sosialisasi program kerjanya di beberapa stasiun televisi lokal serta radio. Ini penting untuk menancapkan pesan dan juga kesan di mata masyarakat bahwa Mansur adalah seorang muslim yang taat sekaligus berada pada barisan terdepan dalam membela islam.

Dalam beberapa kesempatan wawancara dengan media cetak dan elektronik Mansur selalu menyentil UUAP yang harus ditaati oleh semua elemen masyarakat di tanah air. Mansur menjadi begitu bersemangat bila dalam setiap kesempatan ditanyai masalah UUAP dan penerapannya. Dengan bersikap pro UUAP Mansur berharap media akan memblow-up dirinya sehingga opini publik bisa terbentuk dengan lebih mudah.

Selain isu kembali kepada syariat islam dan UUAP Mansur juga rajin mengumandangkan penolakannya kepada seks bebas. Bahkan dia sengaja membuat posko pengaduan dan konsultasi khusus untuk hal ini. Mansur menggaet dokter, psikiater dan juga tokoh masyarakat yang menurutnya akan mudah diajak kerjasama jika tajuknya adalah memperbaiki moral anak bangsa.
*-*
Saat yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang juga. Pesanan atribut partai untuk kampanye sudah selesai dan sesuai dengan pesanan. Mansur tersenyum puas dengan hasil akhir pesanannya. Dia merasa semua begitu sempurna dan angan-angannya untuk tetap duduk manis di gedung dewan semakin nampak nyata di depannya.

Setelah menginstruksikan untuk memasang semua atribut partai tersebut secara blizkrieg Mansur segera tancap gas merangkul semua komponen yang dia angggap mampu menyokong dirinya. Hampir semua acara sosial warga dia datangi. Tidak peduli mereka kenal atau tidak yang penting Mansur datang. Media cetak dan elektronik yang memang memiliki agenda khusus dalam menampilkan profil caleg dia datangi. Seminar-seminar yang berkaitan dengan penegakan syariat islam serta membahas seks bebas menjadi rajin dia datangi.

Simpati pun mulai berdatangan dari masyarakat. Dukungan riil maupun berupa dukungan doa sering dia terima baik secara langsung maupun melalui telepon, sms dan juga email. Ini cukup melegakan Mansur dan tim suksesnya. Mansur semakin di awang-awang mendapati dukungan riil dari masyarakat dapil-nya sudah ada di genggaman. “Ini hanya tinggal menunggu waktu saja” demikian gumam Mansur.
*-*
Masyarakat menyambut baik program-program yang ditawarkan oleh Mansur. Kembali kepada syariat dan meninggalkan maksiat seakan menjadi daya tarik tersendiri di kalangan masyarakat disaat masyarakat semakin ragu dengan kualitas moral anggota dewan seperti yang sering ditayangkan di media.

Dukungan kepada Mansur mulai mengalir deras. Masyarakat merasa mendapat wakil yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan krisis bangsa yang melanda hebat belakangan ini. Di manapun Mansur berada tidak peduli tua muda, laki-laki perempuan semua mengelu-elukan Mansur sebagai calon wakil mereka yang tepat untuk pemillu mendatang.

Mansur tersenyum penuh kemenangan. Tidak sia-sia dia membayar mahal perusahaan riset untuk keperluan kampanyenya. Ini sungguh di luar dugaannya. Ini seperti menang sebelum berperang.
*-*
Minggu, 29 Maret 2009
Pukul 11:00 WIB
“Assalamualaikum pak Mansur, sudah siap untuk teleconference ?” sapa sebuah suara milik perempuan dengan halus di ujung telepon.
“Wa alaikum, salam…sebentar-sebentar ya, memangnya sudah siap semua ?” Mansur balik bertanya sambil membenahi posisi badannya dari rebahan menjadi duduk di atas tempat tidur.
Ya, ya, sekarang kan jadwal seminar tentang fenomena seks bebas yang diadakan salah satu ormas islam, hampir saja Mansur lupa. Dia semalaman terlalu capek sehingga bangun sangat terlambat.
“Semua pembicara sudah presentasi pak, tinggal Bapak saja yang belum” suara wanita itu melanjutkan.
“OK deh, siap sekarang” jawab Mansur tegas masih di atas tempat tidur.

Beberapa saat berselang dari ponselnya Mansur mendengar suara moderator yang menjelaskan bahwa dalam beberapa saat lagi akan ada dialog interaktif dengan seorang caleg yang begitu peduli dengan persoalan moral dan juga seks bebas. Dan, sederet perghargaan yang pernah Mansur terima tak lupa dibacakan juga. Lalu Mansur pun dimintai pendapatnya tentang seks bebas.
“Assalamualaikum pak Mansur, apa kabar ? Sehat-sehat saja kan Bapak siang ini?” sapa molderator ramah.
“Alhamdulillah, atas ijin dan ridho Allah semua masih dalam track yang dipayungi berkah Allah mas” jawab Mansur lugas.
“Bisa dimulai ya pak, di sini ada Kyai Sofa, Ustad Komarudin, dan juga Habib Jamal. Tentu Bapak sudah kenal baik dengan beliau-beliau ini ya Pak ? Semua telah memaparkan pandangan-pandangannya seputar seks bebas secara panjang lebar tadi. Dan saya yakin Bapak memiliki pandangan tersendiri mengenai fenomena sek bebas ini pak. Silahkan pak Mansur” lanjut moderator.
“Baik, bismillahirrohmanirrohim, Assalamualaikum Kyai Sofa, Ustad Komar, Habib Jamal dan juga seluruh undangan yang berbahagia. Mohon maaf saya tidak bisa hadir hari ini di acara yang sungguh penting demi menjaga moral bangsa sehingga terpaksa harus per telepon saja. Alhamdulillah kita bersama masih diberikan nikmat berupa kesehatan dan iman sehingga tetap memiliki energi untuk amar ma’ruf nahi munkar. Solawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah menularkan segala bentuk uswatun hasanah. Langsung saja, jika tadi 3 pemateri sudah menyampaikan pandangannya, dan pasti secara gamblang, saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa seks bebas yang saat ini menggejala adalah penyakit global. Ini harus bersama-sama kita berantas. Diperlukan kerjasama seluruh elemen masyarakat untuk dapat memberangus fenomena ini. Mulai dari didikan keluarga di rumah, guru-guru di sekolah, jamaah-jamaah di pengajian, pemerintah dengan dinas sosial dan kesehatan serta bagian-bagian masyarakat yang lain. Singkat kata, semua elemen harus terlibat” Mansur menghela napas lalu melanjutkan ”Dampak yang muncul akibat seks bebas kita bisa tahu sendiri lah, mulai dari kehamilan di luar nikah, maraknya aborsi hingga hancurnya tatanan sebuah keluarga yang pasti berdampak lebih luas secara sosial. Padahal hukumnya jelas. Agama apapun pasti melarang, hukum positif menyatakan tidak, dan Quran sebagai rujukan utama kita menyatakan “laa takroba..” Jauhi, jangan dekat-dekat. Kalau mendekati saja tidak boleh apalagi melakukan. Pada intinya, dimanapun kita berada dan bersama siapapun kita, penolakan terhadap seks bebas ini harus senantiasa kita kampanyekan secara masif” Begitu papar Mansur berapi-api.

Beberapa saat berselang peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada Mansur secara interaktif. Ada tiga penanya dan semuanya mendapat jaminan dari Mansur bahwa persoalan Undang-undang anti seks bebas akan dijadikan sebagai agenda utamanya saat dia telah duduk secara resmi di gedung dewan. Mendengar Mansur menjanjikan hal positif tersebut semua hadirin bertepuk tangan meriah sambil meneriakkan nama Mansur berulang-ulang bak pahlawan. Teriakan “Hidup Pak Mansur” “Pak Mansur Pembela Syariat” dan lain sebagainya terdengar dengan jelas di ponsel Mansur. Mansur lega, “Merdeka” pekik Mansur dalam hati.

Dialog interaktif tersebut diakhiri dengan ucapan terima kasih dari moderator, “Bapak, kami ucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak bergabung dalam seminar ini, semoga semua yang Bapak perjuangkan mendapat ridho Allah, amin…kita berikan applaus meriah kepada Bapak Mansur sekali lagi !” ucap moderator penuh semangat.

“Terima kasih, saya berharap dukungan dari saudara-saudara semua dalam pemilu April nanti, sehingga program yang telah kita susun bersama dapat berjalan sesuai rencana, sekali lagi mari kita tinggalkan maksiat dan songsong syariat, wassalamualaikum wr wb” kata Mansur mengakhiri pembicaraan sambil tangan kirinya tetap menggamit pinggang Dina, sekretaris barunya, yang duduk manja di pangkuannya nyaris tanpa busana.

Pratama, 15 Februari 2009
01:12 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar