Jumat, 06 Februari 2009

Ada Senandung Tembang Jawa di Palung Memori Saya

Di radio sedang berkumandang tembang-tembang Jawa. Eh…meskipun gak bisa mengikuti semua liriknya ternyata nyaman juga mendengarkan tembang-tembang tersebut. Tenang rasanya di dalam hati.

Bukan berarti anti terhadap lagu-lagu pop, top 40, reggae, hip hop yang yo yo kamu ada dimana yo…itu, pun juga musik rock, metal dan lain sebagainya. Hanya saja…at home begitu deh rasanya. Dan, terpenting, ternyata saya tidak pernah kehilangan ke-Jawaan saya meski telah sekian tahun berdesakan dengan segala macam kemodernan yang sedikit banyak memberangus budaya Jawa, salah satunya ya tembang-tembang kaya gini nih.

Benar kata orang bijak jaman dulu yang bilang bahwa dasar selalu menang melawan ajar. Analogi ekstremnya, sekali monyet tetaplah monyet. Mau diajari sedemikian kerasnya, mulai dari cara berpakaian, belajar makan nasi dengan lauk pauk lengkap seperti manusia hingga belajar membaca abjad, tetapi bila sudah bertemu dengan pisang maka dia akan berlari merebut pisang tersebut.

Ini cocok dengan keadaan saya saat mendengarkan tembang-tembang Jawa yang mengudara lewat sebuah stasiun radio saat ini. Meski di memori saya lebih banyak terisi lagu-lagu Samson, Peter Pan, Ungu, ST 12, Drive, Gigi serta penyanyi lain yang lagunya easy listening, ternyata di palung memori saya masih menginginkan tembang-tembang Jawa lebih dari yang lain.

Artinya lagi…
Sesibuk apapun, segila kerja apapun, setidak ingat apapun kita, sebenarnya selalu ada rumah tempat kita pulang, istri tempat kita berbagi, anak tempat kita mencurahkan kasih sayang. Persis seperti kata pepatah “Sehebat apapun perahu berlayar, dia tetap perlu dermaga untuk melempar sauh”. Sejauh apapun perahu berlayar, dia tetap perlu dermaga untuk melepas lelah sebelum melanjutkan pada petualangan berikutnya.

Peran dermaga menjadi penting, sebab dermaga menyediakan bukan hanya tempat beristirahat. Namun juga menyediakan beraneka macam kebutuhan yang diperlukan dalam menghadapi pelayaran berikutnya. Di dermaga, ABK dapat memenuhi segala kebutuhannya mulai dari air bersih, bahan makanan, bahan bakar, hingga kebutuhan untuk refresh sebelum bergulat lagi dengan ombak lautan yang seringkali menjemukan. Di dermaga pula segala macam bentuk kerusakan perahu dapat diperbaiki sehingga siap menghadapi tantangan gelombang di laut lepas.

Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa kemanapun kita pergi, sejauh apapun kita melangkah, sehedonis apapun kita menjalani hidup ini, pasti ada sebuah masa dimana kita tiba-tiba menjadi sangat religius. Tiba-tiba kita merasa rindu dengan pembuat kita. Tiba-tiba kita merasa kehampaan datang menyerang dengan begitu hebatnya. Tiba-tiba semua yang kita upayakan menjadi tidak berarti. Tiba-tiba kita merasa rapuh. Tiba-tiba kita merasa apa yang kita kenakan adalah bungkus kebohongan belaka, semu belaka. Tiba-tiba kita merasa terpanggil untuk selalu menyebut dan mengakui keagungan-Nya.

Perkara macam ini bisa terjadi begitu saja. Seringkali tanpa sebab besar. Bisa jadi hanya karena kebosanan menjalani rutinitas hidup atau menemui pemantik-pemantik lain yang sungguh sangat sederhana. Misalnya saja bertemu peminta-minta, mendapati kenyataan perang antar etnis, membezuk orang sakit, takziyah tetangga yang meninggal dan lain sebagainya. Jadi tidak harus selalu mengalami persoalan besar sebelumnya untuk bisa merasakan kita ada karena-Nya.

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan saat menghadapi masa seperti itu ? Seorang sahabat yang telah mencurahkan sebagian besar waktunya untuk menelaah permasalahan semacam ini bilang “Segeralah bertobat, segeralah mengambil air suci untuk membasuh semua luka dan kotoran yang selama ini menempel sedemikain lekat di tubuh kita, segeralah menyeimbangkan kebutuhan hidup” Dia lalu menambahkan “Beruntunglah orang yang sempat diberikan kesempatan kedua untuk kembali kepada Sang Pencipta, sebab tidak semua orang beroleh kesempatan semacam itu, tidak semua orang menjadi terpilih semacam itu, tidak semua orang diberikan kemampuan untuk bangkit dari kesalahan secara berulang-ulang, hanya orang yang terpilih, ya… hanya orang yang terpilih yang diberikan kebisaan semacam itu”

Kembali ke persoalan tembang Jawa yang ngangeni palung memori saya, saya semakin yakin bahwa tidak ada yang salah dalam setiap keputusan yang kita ambil dalam hidup ini. Yang ada hanyalah rangkaian pilihan, untuk menjadi ini dan menjadi itu, itupun atas ijin-Nya pula. Artinya, segala bentuk penyesalan serta derai air mata yang sering menimpa kita dan juga saudara kita adalah sebentuk misteri, misteri Illahi yang tidak akan pernah terpecahkan sampai kapanpun. Kita hanya bisa menafsirkan sesuai dengan kadar knowledge yang dikaruniakan kepada kita. Boleh jadi kita akan dianggap sebagai orang yang paling bodoh di dalam komunitas A, namun dalam komunitas lain kita akan diukur dengan cara yang berbeda.
Persis seperti nada-nada dalam tembang Jawa yang sedemikian dibenci oleh segolongan orang karena dianggap tidak modern dan jadul namun begitu dirindukan oleh sebagian yang lain, termasuk… saya tentunya.

Pratama, 20 Januari 2009
22:32 WIB

1 komentar:

  1. Ada senandung tembang jawa di palung memori saya. Beruntunglah orang yg diberi kesempatan kedua untuk kembali kepada Sang Pencipta.Hanya orang yg terpilih yg di berikan kebiasan seperti itu. Tembang jawa baik lirik atau nadanya menyimpan sejuta makna. Yang selalu membuat rindu bagi bagi kita untuk pulang. Dan tempat pulang paling damai adalah kepada Sang Pencipta....(seperti rindu pada kekasih yg lama tidak bertemu....)

    BalasHapus