Kamis, 08 Januari 2009

UUAP, Mengapa harus kontra ?

Beberapa hari lalu UUAP disahkan oleh DPR RI. Reaksipun bermunculan dari berbagai kalangan di negeri ini. Mulai dari yang pro sampai dengan yang kontra. Golongan yang setuju dengan UUAP rasanya tidak perlu dibahas lebih lanjut, namun yang kontra, dengan berbagai alasan yang dikemukakan rasanya menarik untuk disimak kemana bola panas ini akan bergulir.

Berawal dari rasa penasaran tersebut, saya minta kopi UUAP tersebut kepada seorang sahabat yang tinggal di Jakarta dan sehari-hari beraktifitas dalam bidang yang memang terkait dengan bidang tersebut. Satu hari berselang kopi UUAP sudah muncul di inbox saya, lalu hanya perlu beberapa detik untuk mengunduhnya dan saya pun dapat membacanya dengan lebih nyaman setelah saya cetak di atas kertas.

UUAP tersebut saya baca berulang-ulang, sehari penuh saya bawa kemana-mana, tiap ada teman atau siapapun yang baru kenal saya sampaikan bahwa saya memiliki kopi UUAP dan saya persilahkan untuk mengkopinya. Saya sengaja melakukan ini untuk memberikan sedikit pembelajaran kepada orang-orang di sekitar saya bahwa sebelum mengetahui dengan lengkap segala sesuatu sebaiknya tidak berkomentar, tidak berpendapat yang justru dapat memperkeruh sebuah permasalahan. Jadi kalaupun sejauh ini saya tidak pernah memberikan komentar apapun tentang UUAP, bukan berarti saya tidak peduli, namun lebih karena saya belum membacanya secara lengkap.

Kembali kepada permasalahn UUAP yang baru saja saya dapatkan. Membaca UUAP lebih dari 5 kali membuat saya terheran-heran, dimana anehnya UU ini ? Mengapa ditolak di berbagai daerah ? Mengapa sedemikian keras menolak UU ini sampai-sampai mengancam akan melepaskan diri dari NKRI ? Bali, Papua Barat ataupun daerah lain yang melakukan ancaman terhadap kesatuan NKRI rasanya sedang out of mind. No worry at all man !

Kalaupun alasan penolakan adalah demi budaya, demi wisatawan, penting mana kelangsungan hidup generasi penerus bangsa ini dengan beberapa lembar USD yang bisa didapat dari sektor lain ? Pun juga ada satu pasal (pasal 14) yang jelas-jelas menyebutkan bahwa “pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan yang memiliki nilai : seni dan budaya; adat istiadat dan; ritual tradisional”. Lalu, kenapa harus kuatir? Kenapa harus menolak sesuatu yang jelas-jelas menjamin utuhnya moral bangsa ? kembalinya nilai-nilai luhur ketimuran yang baru saja retak dengan derasnya arus teknologi informasi akibat dari euforia reformasi ?

Ironis, sungguh ironis bila melihat sederet nama yang masuk dalam barisan yang menolak UUAP tersebut. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka rasanya kita menjadi semakin tahu siapa sebenarnya yang punya komitmen penuh dalam membangun bangsa ini seutuhnya serta siapa yang berkoar membangun bangsa tapi pada kenyataannya justru sebaliknya.

Keberadaan sebuah UU dalam sebuah negara tidaklah main-main. Harus ditaati dan bersifat mengikat sesiapa yang tinggal di tanah air tercinta ini. Adanya sekelompok orang yang menyatakan berseberangan dengan UU tidak bisa dianggap sepele. Itu dapat diartikan mengancam negara.

Saya masih ingat bagaimana UULLAJ Th 92 yang sedemikian seru diperdebatkan waktu itu. Pro-kontra selalu menghiasi media dari hari ke hari. Mulai dari pertanyaan keberpihakan sampai kepada kekuatiran-kekuatiran yang kalau dirunut sama persis dengan RUU AP yang baru saja disahkan beberapa hari lalu. Namun begitu UULLAJ di-dok (disahkan) lalu dilaksanakan toh semua berjalan baik-baik saja.

Pro-kontra adalah masalah biasa, namun diperlukan kearifan serta keberpihakan yang nyata demi masa depan bangsa Indonesia tercinta. Bagi yang pro UUAP saya ucapkan selamat, perjuangan baru saja dimulai, jangan puas hanya dengan pengesahan UUAP. Mari dukung UUAP dengan tindakan nyata. Dan bagi yang kontra UUAP, jangan-jangan saudara-saudara belum pernah membaca materi UUAP secara komplit ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar