Kamis, 08 Januari 2009

Semua Ada di Sini

Tak perlulah aku
Keliling dunia
Biarkan ku di sini

Tak perlulah aku
Keliling dunia
Karena ku tak mau jauh darimu
Karena segalanya bagiku indah
(Gita Gutawa)

Syair indah yang dibawakan dengan begitu apik oleh putri seorang maestro musik Indonesia Erwin Gutawa, Gita Gutawa. Ketika pertama kali mendengarkan syair lagu yang dipakai sebagai salah satu OST film Laskar Pelangi tersebut rasanya tidak ada yang istimewa. Namun begitu terbaca jelas spelling-nya maka kita akan dapati sebuah nuansa nasionalis dalam syair lagu tersebut.

Tak Perlu Keliling Dunia
Banyak orang berpendapat bahwa salah satu keberhasilan seseorang dalam hidupnya dinyatakan dengan banyaknya lokasi di dunia ini yang pernah dia kunjungi. Entah itu sebagai bagian dari pekerjaan ataupun sekedar jalan-jalan menghabiskan uang receh. Puluhan bahkan ratusan juta sengaja mereka keluarkan untuk bisa memuaskan hasrat menelusuri dan menikmati keindahan juga keunikan sebuah daerah tertentu yang mereka yakini tidak dapat ditemukan di daerah asal mereka.

Tidak ada yang salah dengan itu semua. Tapi, benarkah Indonesia kalah indah dibanding dengan manca ? Benarkah Pulau Sentosa lebih indah dari pulau Sempu di Malang selatan misalnya ? Serta beberapa pertanyaan lain yang semestinya bisa kita jawab dengan lebih bijak.

Kurang apa Bali, Lombok, Toba serta yang terakhir yang sedang gencar dipromosikan di media adalah Tanah Toraja ? Deretan lokasi wisata tersebut menjadi tujuan utama para wisatawan manca bila mereka berkunjung ke Indosia. Belum lagi beberapa daerah wisata yang masih perawan belum tergarap dengan baik yang diyakini sekian kali lebih eksotis dibandingkan dengan yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat internasional.

Sedikit menyinggung soal nasionalisme, jika kita mau lebih peduli dengan menjadi wisatawan di daerah kita sendiri maka perputaran rupiah akan berkutat seputar Indonesia saja. Dan dalam jangka panjang ini baik untuk kemandirian bangsa. Ada proses supply–demmand yang terus berputar tanpa henti dan semakin lama akan semakin membesar seiring dengan perkembangan waktu. Ini tentu saja lebih baik social effect-nya dibandingkan dengan keinginan berwisata belanja di negeri jiran yang menyatakan dirinya sebagai “truly asia” serta di singapura misalnya.

Hanya saja, masih saja gengsi dan rasa ingin dihargai sebagai orang yang mampu terbang keliling dunia menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan dalam segolongan kaum borju di Indonesia. Bila mereka sedikit saja dapat rasional dalam membelanjakan uangnya maka kepentingan nasional akan dapat lebih terperhatikan. Dan secara tidak langsung maka kepentingan dia sebagai warga negara akan ikut terkatrol dengan sendirinya. Sayang seribu sayang keinginan untuk bisa terbang dan membelanjakan uangnya ke luar negeri lebih menjadi pilihan daripada tinggal di dalam negeri dan membelanjakan uangnya di sini.

Segalanya Indah
Ya, segalanya indah. Baik – buruk, indah dan tidak indah semuanya terletak pada pikiran kita. Bukan terletak pada jauh dekatnya ataupun juga mahal dan tidaknya. Sebuah kondisi tertentu bisa jadi indah bagi sebagian orang namun menjadi tidak indah bagi sebagian yang lain. Ini semakin memberikan pelajaran kepada kita bahwa pergi jauh itu tidak perlu jika semuanya ada di sini. Artinya pikiran kita harus senantiasa dikondisikan untuk bisa menerima keadaan apapun itu, sejelek apapun kata orang. Sebab, kita cinta Indonesia, kita jaga Indonesia, kita pertahankan Indonesia dengan cara kita.

Ini menjadi mungkin bila semua elemen peduli dengan produk Indonesia. Mulai dari membuat, mendistribusikan hingga mengonsumsinya. Jangan over minded dengan barang impor. Selain berefek negatif dalam mendukung perkembangan produk dalam negeri kita juga mendorong terjadinya capital flight. Lebih baik terus mengonsumsi produk Indonesia dengan terus melakukan otokritik terhadap kualitas produk tersebut.

Segalanya perlu proses, Jepang tidak serta merta menjadi produsen nomer wahid dalam segala bidang. Jepang perlu waktu puluhan tahun untuk bisa menjadi seperti sekarang. Satu yang patut dicontoh dari Jepang adalah kemauan warganya untuk mengonsumsi produk dalam negeri mereka sekaligus melakukan otokritik terhadap kualitas produk tersebut. Para produsen pun memiliki kecenderungan untuk jujur dalam bisnisnya sehingga tercipta hubungan yang sinergis antara produsen-konsumen dalam negeri mereka.

Kalau Jepang bisa, mengapa kita tidak ? Ada baiknya kita mulai dari sekarang lebih peduli dengan kondisi bangsa diawali dengan kemauan mengonsumsi produksi dalam negeri sambil terus melakukan kritik terhadap kualitas produk tersebut. Produsen pun harus mau jujur dalam melakukan bisnisnya sehingga dapat secara simultan meningkatkan kualitas produknya. Jika ini sudah terjalin terus menerus dalam jangka panjang kemandirian bangsa akan dapat tercapai.

Segalanya akan menjadi indah tatkala bangsa ini telah dapat mandiri, memenuhi kebutuhan warganya tanpa perlu banyak melakukan import. Sementara kita sebagai warga juga memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk selalu mengonsumsi produk dalam negeri demi terciptanya perputaran roda ekonomi yang kontinyu. Jadi, tak perlulah keliling dunia, karena ku tak pernah mau jauh darimu…Indonesia !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar